Senin, 20 Agustus 2012

BEHIND THE REFLECTION WARN birthday




Renungan di Balik Memperingati Hari Ulang Tahun

Oleh: Fida Abbott*
Setiap tahun tentunya kita selalu memperingati hari ulang tahun. Bagi mereka, siapa pun yang sedang memperingati ulang tahun, lagu-lagu “Happy Birthday to You” atau “Panjang Umurnya” tak akan terlewat begitu saja sebelum meniup lilin-lilin yang berdiri tegak di atas cake.
Seminggu yang lalu, beberapa hari sebelum ulang tahun saya tiba, pesan utama yang saya utarakan kepada sang suami adalah agar ia tak perlu repot-repot membeli hadiah spesial untuk saya. Meskipun saya mengetahui, bahwa sebenarnya usaha saya itu pun akan sia-sia belaka. Apa pun alasan saya, saya yakin ia pun masih akan tetap memberikan sebuah hadiah ulang tahun kepada saya.
Setiap menjelang ulang tahun tiba, saya selalu merenungkan sejenak bagaimana saat saya lahir ke dunia ini. Dari beberapa cerita yang saya dengar, baik dari Bapak dan keluarga dari pihak Ibu saya mengatakan, bahwa saya terlahir dengan ukuran bayi yang sangat kecil, yaitu hanya seberat 2,2 kg. Bayangkan! Saat itu, menurut cerita mereka, Indonesia masih belum memiliki alat pembantu khusus (inkubator) untuk bayi-bayi yang lahir dengan ukuran kecil. Sehingga, mereka hanya melakukan blonyohan (mengolesi) minyak di sekujur tubuh saya dalam beberapa bulan dari awal kelahiran saya. Katanya sih sebagai pengganti proses tersebut. Tidak tahu apakah itu benar bila dipandang dari segi medical, tetapi nyatanya, saya berhasil tumbuh dan berkembang dengan sangat baik hingga dewasa. Dan, saya pun telah dikarunia seorang putri, buah cinta dari perkawinan saya dengan seseorang berwarga negara Amerika.
Saya kembali merenung, bagaimana keadaan saya waktu itu. Mereka bercerita, kalau mereka tidak tega saat melihat saya sewaktu bayi. Ukuran baju yang telah mereka sediakan pun tampak kebesaran di badan saya waktu itu. Sekarang setelah usia hampir berkepala empat, tubuh saya pun masih terlihat mungil. Seorang dokter di AS pernah mengatakan, bahwa saya adalah seorang pasiennya yang terkecil yang pernah ditanganinya selama bertahun-tahun. Dia pun bersyukur bahwa ternyata saya melahirkan dengan C-section (operasi cesar) karena posisi diagonal si jabang bayi, yang mana kondisi kepala di sebelah kanan atas dan kaki di sebelah kiri bawah. Seharusnya, posisi kepala berada di bagian bawah dan kaki di bagian atas. Kalau tidak melalui C-section, ia merasa khawatir, saya akan menemukan kesulitan dalam proses melahirkan bayi saya. Karena, dia yakin persentase tinggi si bayi ini pasti berukuran tidak kecil, mengingat suami saya memiliki postur tubuh sebagaimana orang-orang AS, tinggi dan besar.
Renungan terakhir menjelang ulang tahun saya adalah semakin bertambah usia, maka semakin berkuranglah usia saya untuk hidup di dunia ini. Mengingat semua itu, kembali saya terpanggil untuk mengingat apa hal yang baik atau terbaik dan berguna atau bermanfaat yang telah saya berikan atau bagikan kepada sesama, terutama linkup terkecil dan utama/pertama, yaitu keluarga sendiri. Itu semua tentu mengarah kepada eksistensi kita sebagai manusia, apakah berguna bagi sesama kita.
Saya merenungkan kembali malam itu. Ternyata, saya akui bahwa selama kita hidup di dunia, kita akan selalu dikenang oleh sesama. Baik itu oleh keluarga, sanak famili, para sahabat, rekan-rekan sejawat, dan lain-lain, apakah kita telah melakukan hal-hal yang baik ataupun sebaliknya. Apabila kita telah terlabel, bahwa kita banyak melakukan hal-hal yang baik, maka kita akan dikenang jasa-jasa baik kita. Misalnya, sebagai seorang penulis pemberi inspirasi; seorang dokter yang murah hati dan tidak berorientasi terhadap apa yang diterimanya saja; seorang guru yang tidak menjual keprofesioanalannya demi mendapatkan tambahan income, dan sejenisnya.
Sebaliknya, apabila kita sering melakukan hal-hal yang tidak baik, misalnya terkenal sebagai pencuri, perampok, salah satu koruptor negara, dan sejenisnya, maka kita pun akan dikenang dengan label tersebut. Manakah yang Anda pilih? Anda dikenang dengan jasa-jasa baik ataukah dikenang oleh karena telah melakukan hal-hal yang tidak berkenan? Saya yakin Anda akan memilih pilihan yang pertama, yaitu sebagai seseorang yang dikenang oleh karena jasa-jasa baik yang telah dilakukan.
Malam itu pun pikiran saya teringat akan keluarga di Indonesia. Merayakan ulang tahun bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh keluarga saya. Biasa-biasa saja, hampir tak ada tanda untuk hari spesial itu bagi masing-masing anggota keluarga, selain ucapan selamat. Paling tidak, saya ditodong oleh rekan-rekan di tempat kerja atau teman-teman dekat untuk memberi traktiran. Terkadang ada juga yang memberi sebuah kado atau selembar kartu ucapan, atau sebuah ucapan saja, itu semua saya hargai, karena merupakan suatu bentuk perhatian khusus yang mereka berikan kepada saya secara pribadi.
Setelah perkawinan saya di AS, ternyata perayaan ulang tahun telah menjadi tradisi di pihak keluarga suami saya. Meskipun hanya berupa sebuah cake, dan sebuah hadiah, setiap ulang tahun dari masing–masing anggota keluarga tiba, pasti akan dirayakan walaupun hanya dihadiri oleh anggota keluarga sendiri. Jadi, saya merasa usaha untuk meminta suami saya agar tidak memberikan saya sebuah hadiah, pasti akan sia-sia belaka. Dia akan mencari tahu sendiri kira-kira benda apa yang sedang saya butuhkan saat ini, sehingga ia akan membelikannya sebagai kado ulang tahun.
Waktu telah menunjukkan pukul 11.30 malam waktu di tempat saya. Mata saya masih tetap kuat bertahan, namun tubuh saya sudah mulai tampak lelah. Karena itu, rasanya ingin rebah saja di atas tempat tidur. Menjelang menit-menit ulang tahun saya tiba, saya berdoa dalam hati, kiranya saya hadir ke dunia boleh menjadi berkat untuk sesama, baik itu untuk keluarga sendiri, para sahabat, rekan-rekan sejawat dan sekerja, offline maupun online, baik itu melalui tingkah laku/sikap, perkataan, pikiran, maupun tulisan-tulisan saya.
Akhirnya, saya pun terlelap. Saat bangun di pagi hari, tiga buah mawar merah dan sebuah kartu menyambut pagi indah saya. Ternyata ada satu lembar uang cash di dalam kartu. Suami saya berkata, “Buy a very nice thing for yourself!” Malam itu juga saya membeli sebuah baju yang sederhana, tetapi tampak indah dan semampai di tubuh saya. Suami dan si kecil pun menyukainya. Senang rasanya saya dapat menuruti permintaannya. Saya berpesan lagi kepadanya, agar tidak ada lagi hadiah untuk saya pada hari Minggu (15 Februari 2009), yang mana suami punya rencana untuk merayakan ulang tahun saya yang akan dihadiri oleh anggota-anggota keluarga lainnya.
Sekali lagi pesan saya tidak mempan juga. Hari Minggu pagi sebelum saya berangkat ke gereja, di atas tempat tidurdengan mata yang masih berat untuk dibukasuami saya menghampiri dan membangunkan saya sambil memberi sebuah bungkusan. Dia berkata, “Happy Birthday! One Birthday present for you.” Saya pun terjaga dan terbangun. “Gateway” adalah sebuah tulisan pertama dalam pembungkus kotak tersebut yang saya baca. Oh my God! begitu saya berucap dalam hati saya. Sebuah notebook yang telah saya incar selama ini dan saya sudah siap untuk membelinya dengan uang hasil jerih payah sendiri, ternyata kini sudah berada di depan mata saya. Kemudian saya bangkit dan menghampirinya, memeluknya dan mengucapkan terima kasih.
Ternyata dia memang mengetahuinya, bahwa saat ini saya sedang memerlukan sebuah notebook, agar saya dapat menemani si kecil ke mana-mana tanpa meninggalkan jadwal online saya yang kian padat.
Semua hal-hal tersebut yang telah saya ceritakan di atas mengekspresikan, bahwa ulang tahun merupakan hari yang spesial bagi kita masing-masing untuk merenungkan arti hidup kita, yang semakin hari semakin bertambah tua. Apa yang telah kita perbuat untuk sesama dan keluarga, negara Tanah Air kita? Menerima dan menikmati berkat dari mereka yang menyayangi/mencintai kita melalui apa-apa yang telah diterima. Dapatkah kita memanfaatkannya untuk berbagi kepada sesama? Kadangkala kita melupakan hal ini karena umumnya yang kita ingat hanya bagaimana kita akan merayakan ulang tahun kita, masakan/menu apa yang akan kita hidangkan untuk perayaan ulang tahun tersebut, siapa-siapa saja tamu yang akan diundang, dirayakan di mana; di restaurant sederhana atau di hotel berbintang lima, dan sebagainya.
Saat akan mengakhiri tulisan ini, sebuah kartu ulang tahun dari sang suami masih tergeletak di samping saya. Memang, saya sangat menyukai bait-bait puisi yang tertera di dalamnya. Dua buah kalimat paling akhir tertera demikian:

You bring so much joy to my life
just by being the beautiful,
caring person you are.
I’m very lucky man to have you
For my wife
HAPPY BIRTHDAY
***

RENUNGAN DIHARI ULANG TAHUN
HADIAH UNTUK YANG TAK DIKENAL DARI SEORANG ASING YANG TINGGAL DIANTARA BAYANGAN HIDUP DAN MATI.

Ini adalah hari dimana sebuah kelahiran dirayakan dan momen kehidupan direnungi sebagai ungkapan rasa syukur. Pernahkah engkau menikmati setiap tetes darah yang mengalir ditubuhmu ? Pernahkah engkau menyadari betapa banyak ia mengisi dan menyirami seluruh tubuhmu hingga membuatmu hidup dan terus hidup ?
Darah itu yang membuatmu merasa dingin, dan ia juga yang menjagamu agar senantiasa merasa hangat secara bersamaan. Ia mengalir diseluruh tubuhmu berjalan kesana kemari menjagamu agar terus bernafas. Tahukah kamu, bahwa darah ini lah sumber kehidupanmu dan darah inilah sumber energimu yang sesungguhnya.
Setahun yang lalu kukira aku tak kan bisa lagi menikmati Hari Ulang Tahun. Waktu itu tak terbayang lagi bagaimana rasanya berulang tahun dan mensyukuri bahwa ternyata hari ini tubuh lemah ini masih bisa berdiri bernapas berjalan dan berbicara.
Sungguh suatu keajaiban dan anugerah yang luar biasa mengingat beberapa tahun lalu dinda pernah mengalami kritis karena kehabisan darah akibat tumor yang menyerang selama 15 tahun lamanya. Hari ini kusadari, saat memandang ujung jariku…rasa hangat mengalir didalamnya. Ujung jari tak lagi pucat, betapa bahagianya hatiku menatap ujung tanganku yang kini berwarna merah jambu.
Jika engkau paham, Inilah yang terjadi sebelum aku merasakan nikmatnya kembali kepada kehidupan. Aku pernah meninggalkan diriku dan memilih tinggal diatas gunung sebagai seorang dewi bergaun putih yang duduk diam diatas bukit, sambil memandangi hamparan kabut dengan rasa sedih dan pilu dalam kesendirian.
Aku telah menjadi edelweis diatas gunung, yang hanya nampak indah ketika ada yang datang mendakinya. Jika tidak begitu mungkin aku hanyalah sesosok peri bergaun putih yang gentayangan diatas gunung.
Saat datang delapan orang asing yang memberikan darahnya untuk tubuhku, dan saat kesempatan hidup masih terbuka didepan mata, ternyata inilah yang kupilih. Kini aku hidup kembali didunia ini, bersama jiwa delapan orang asing yang sama sekali tak kukenal. Didalam tubuhku sekarang mengalir kehidupan mereka dan keinginan mereka untuk terus menjagaku agar dapat mengecap kehidupan dengan lebih benar bijaksana dan mengabdikan seluruh waktu yang tersisa hanya untuk membantu sesama. Inilah kesempatan kedua yang Allah berikan untukku dan aku ikhlas menjalaninya.
Untuk teman-temanku kedelapan orang asing yang kini telah menjadi bagian dalam hidupku, yang darahnya juga telah mengalir dalam tubuhku, Aku ini engkau dan engkau adalah aku. Jadilah kini aku Dinda Natasya dengan sembilan nyawa didalamnya.
Ulang Tahun Dinda 16 Mei 2008.
Catatan :
Ada seseorang didunia ini yang sempat melihatku sebagai edelweiss. Saya tak tahu bagaimana dan mengapa, tapi saya ingin mempersembahkan halaman ini untuk karyanya. Saya lupa bahwa saya pernah kritis, namun diHari ulang tahun ini HADIAH PUISI EDELWEIS mendadak mengingatkan dan menyadarkan tentang siapa saya sesungguhnya.
Catatan ini diambil utuh tanpa editan
dari buku Dialog Cinta Oase Samudra Biru ~ DCOSB


My second change
Selamat Ulang Tahun Edelweis
By.Handojo : a friend of dindaNatasya
Alhamdulillah, kami berjumpa Edelweis.
Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar.
Ya Allah.. telah Engkau ciptakan,
Makhluk yang anggun putih sabar ikhlas dan suci.
Ia baktikan dan hadiahkan karuniaMu padanya
Untuk kami, untuk mendapat ridhoMu.
Engkau tempatkan ia ditempat yang tinggi
Sulit dicapai..
Dingin menusuk ketika gelap tiba
Dan panas tak terkira ketika terang menerpa.
Namun ialah yang menyambut,
Ketika kami mendaki yang telah lelah.
Lelah berharap dan lelah merindukan kebahagiaan.
Ketika kami sampai dipuncak dan bertemu dia..
Kami merasa bahagia karena senyumnya.
Rasa lelah hilang karena anggunnya.
Rasa sumeleh datang karena putihnya,
Dan rasa syukur menghampiri karena keabadiannya.
Terima kasih Ya Allah,
Engkau karuniakan Edleweis itu untuk sahabatku.



wawan surya
Member SFI

Member Reality Networkers

merchant 
Search Engine



Artikel Menarik Lainnya :



Tidak ada komentar: