Tinja = Tahi
Kata ini tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Benda ini sering dijauhi kalau kita papasan di jalan, atau kita merasa jijik bila terkena oleh benda tersebut, padahal yang bersangkutan selalu membawanya kemana mereka pergi. Sungguh ironis memang, terkadang kita akan tersiksa bila susah mengeluarkannya, dan repotnya bila keluar terus terusan pun kita dibuat kewalahan. Coba saja anda bayangkan bila dalam sehari anda mengeluarkannya lebih dari 30 kali. Atau sebaliknya anda tidak bisa mengeluarkannya dalam 3 hari.
PengertianTinja atau feses atau dalam bahasa kasarnya disebut tahi adalah produk buangan saluran pencernaan yang dikeluarkan melalui anus atau kloaka. tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO 2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pencernaan...
Kalkulasi???
Pernahakah anda membayangkan berapa banyak apabila tinja terkumpul secara bersamaan. kita jangan menghitung se-negara dulu , kita hitung saja se -Kecamatan.
Kalau rata-rata tiap orang dalam 1 hari mengelurkan tinja lebih kurang 350 gr. Tiap rumah kita anggap saja ada 3 orang, ya kita hitung mudahnya saja yang berarti 1 rumah menghasilkan tinja lebih kurang 1000 gr = 1kg. Sekarang dalam satu RT biasanya rata-rata ada 30 KK, berarti dalam 1 RT menghasilkan 30 Kg tinja. Nah dalam satu RW kita hitung saja rata-rata ada 20 RT, jadi 30 Kg di kali 20 sama dengan 600 kg. Kita hitung lagi berikutnya dalam satu kecamatan rata-rata saja ada 25 RW, jadi 600 kg dikali 25 RW, berarti dalam 1 kecamatan ada 15.000 Kg Tinja, artinya sama dengan 15 Ton. Sungguh angka yang cukup pantastis. Kalau saja perusahaan tinja karyawannya mogok, dan tiap rumah WC nya mendadak pada mampet, tentunya kita harus menyiapkan lapangan kira-kira seukuran lapangan bola dengan isi Tinja setinggi 2 M, walah kalau begitu baunya sampai mana ya? dan kalau kita coba buang dijalan, tentu panjangnya bisa mencapai lebih kurang 20 Km.
Sekarang coba anda hitung kalau satu negara? saya sendiri tidak bisa membayangkan, akan setinggi apa jika Tinja dikumpulkan. Saya pernah coba menghitung dengan kalkulator yang 12 digit, ternyata kalkulator saya juga menyerah, ketika saya coba mengalikan hasil angka dari 1 Kecamatan dikalikan dengan 20 untuk mendapat angka 1 Kabupaten atau Kotamadya, selanjutnya saya coba dengan rata-rata berapa hasilnya dalam 1 Propinsi. Dan terkahir begitu saya kalikan dengan angka terakhir untuk mendapat hasil 1 Negara, angka dikalkulator saya adalah 978247120932E yang berarti Entahlah...
Pantas saja akhir akhir ini perusahaan sedot tinja cukup laku, meski menurut kita menjijikan. Ternyata bisnis ini cukup menjanjikan.
Bukan hanya itu baru baru ini ada berita dari Jepang, Mitsuyuki Ikeda, ilmuwan asal Okayama Laboratory yakin bahwa banyak protein bagus di dalam kotoran manusia yang bisa dimanfaatkan. Untuk itu, ia mencari cara untuk mengekstraknya, mencampurnya dengan saus steak, dan berhasil membuat kotoran itu menjadi makanan. Waw..rasanya seperti apa??!
Orang mungkin bertanya-tanya apa alasannya melakukan hal itu. Tetapi ternyata, alasan utamanya adalah permintaan dari pemerintah Tokyo sendiri.
Sebagai informasi, Tokyo saat ini kewalahan dengan lumpur selokan bawah tanah, dan satu-satunya cara untuk mengatasinya selain dengan membuang ke laut adalah dengan memakan ‘kotoran-kotoran’ tersebut.
Saat diteliti, Ikeda mendapati bahwa lumpur itu penuh dengan protein karena banyaknya konten bakteria di sana. Setelah dikombinasikan dengan peningkat reaksi dan menempatkannya di mesin ajaib yang disebut ‘exploder’, akhirnya steak buatan berhasil dibuat.
Lumpur kotoran itu mengandung 63 persen protein, 25 persen karbohidrat, 3 persen vitamin yang larut dalam lemak, serta 9 persen mineral. Adapun steak buatan yang dihasilkan pun warnanya juga merah, jadi konsumen tidak akan mengetahui bahwa yang akan ia makan merupakan tinja olahan.
“Dari uji pertama, orang-orang yang sudah mencobanya menyebutkan, rasanya seperti daging sapi,” sebut Ikeda, seperti dikutip dari Digital Trends, 20 Juni 2011.
Menurut Ikeda dan rekan-rekannya, cara ini merupakan solusi sempurna untuk mengurangi jumlah limbah dan emisi dari perut. Namun sayangnya, masih ada kekurangan dari solusi yang ditawarkan Ikeda. Biaya untuk memproduksi ‘Daging’ buatan itu 10 sampai 20 kali lebih mahal dibandingkan dengan harga daging sapi sungguhan. Wuih ada ada saja ...
Demikian lah artikel ini saya tulis, dan semoga anda tidak sambil jijik untuk membacanya.
Penulis, wawan surya
Sumber berita dari Jepang—viva news,gambar –google.
merchant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar