Literatur Modernisasi Dalam Perspektif Islam
Disunting Dari waones articles
Judul Asli : Tercabutnya Amanah dari hati manusia
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hai? Apa kabar? Semoga dalam keadaan sehat wal'afiat yahh.. :WA kali ini tidak akan memposting Artikel yang berhubungan dengan Posting dan Gambar Porno :) tetapi WA akan mencoba menshare tentang bahasan mengenai ARTIKEL AKHIR ZAMAN yang disunting dari berbagai sumber dan sumber utama.
Pada pembahasan yang lalu, waones articles telah menyinggung bahasan mengenai Segeralah beramal sebelum datangnya 6 perkara, dan bila anda ingin membaca artikel lainnya yang berhubungan dengan artikel Akhir Zaman, silahkan klik Open dibawah ini dan Klik pada Link judul artikel tersebut.
Selamat membaca !!!
-------------
Klik Open >>>
=========================
--------------------
Edisi Akhir Zaman
-------------
Tercabutnya Amanah dari hati manusia
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Jika amanah sudah disia-siakan maka tunggulah kedatangan hari Kiamat.” Maka seorang badui Arab bertanya kepada Rasulullah saw, “Bagaimanakah cara menyia-nyiakan amanah tersebut?” Beliau menjawab, “Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya (hari Kiamat tiba).”
Bangsa Arab yang dipilih Allah sebagai sahabat Rasulullah saw dikenal memiliki banyak kelebihan dan keistimewaan. Bahwa sejarah pernah mencatat fase kehidupan jahiliyah yang mereka lewati, namun di tengah masa jahiliyah itu mereka tetap memiliki banyak kemuliaan akhlak. Hanya karena belum mendapat sentuhan wahyu, maka kemuliaan akhlak itu seperti bongkahan emas yang tertimbun tanah. Mereka hobi berperang atas nama keberanian dan sikap ksatria. Mereka bunuh bayi wanitanya atas nama menolak kehinaan. Kegelapanlah yang membuat mereka terhalang dari kebaikan. Namun yang pasti, moral dasar mereka adalah kejujuran dan keteguhan memegang amanah.Riwayat Ibnu Mas’ud menggambarkan bagaimana kemuliaan para sahabat bila dibanding dengan penduduk bumi lainnya. Beliau berkata: Sesungguhnya Allah melihat pada hati para hamba-Nya, maka Dia mendapati bahwa hati Muhammad adalah sebaik-baik hati manusia. Maka Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya dengan membawa risalah. Setelah itu Allah melihat pada hati-hati hamba lainnya setelah hati Muhammad saw, maka Dia mendapati bahwa hati para sahabatnya adalah sebaik-baik hati manusia, maka Allah jadikan mereka sebagai penolong nabi-Nya, yang berperang di atas agama-Nya. Maka apa yang dilihat sebagai kebaikan oleh kaum muslimin (para sahabat), maka di sisi Allah ia juga bernilai kebaikan. Dan apa yang dilihat oleh mereka sebagai keburukan, maka di sisi Allah pun bernilai keburukan. (HR. Ahmad : 7/453)
Kesanggupan memegang amanah merupakan akhlak dasar yang membuat mereka layak memikul beratnya beban risalah kenabian. Akhlak inilah yang membuat generasi sahabat layak memimpin dunia. Namun akhlak ini pula yang di akhir zaman kelak akan tercabut dari banyak manusia. Sahabat Hudzaifah ra berkata:
Rasulullah saw mengabarkan kepada kami dua perkara yang salah satunya telah aku buktikan, sedangkan yang satunya lagi masih aku tunggu kejadiannya. Pertama, Rasulullah saw mengabarkan bahwasanya sikap amanah itu terletak di hati manusia yang paling dalam. Kemudian mereka mengetahuinya melalui Al-Qur’an yang selanjutnya mereka juga mengetahuinya dari As-Sunnah. Kedua, Rasulullah saw juga mengabarkan bahwa sikap amanah akan dicabut ketika seseorang sedang tidur.
Maka, pada saat itulah amanah dicabut dari hatinya hingga tinggallah bekasnya itu seperti noda yang berwarna. Kemudian orang tersebut tidur lagi, dan dicabutlah amanah dari dalam hatinya (sehingga bekasnya seperti bekas lecet di tangan yang melepuh karena mengangkat beban terlalu berat) atau seperti bekas bara yang terinjak oleh kakimu sehingga telapak kakimu melepuh sedangkan di dalam luka lepuhan tersebut tidak terdapat apa-apa. Seperti itulah manusia nanti, banyak orang telah membaiatnya namun setelah dia menjadi pemimpin dia tidak melaksanakan amanah yang diberikan kepadanya itu dengan baik.
Pada masa itu orang-orang menggembar-gemborkan bahwa di Bani Fulan terdapat orang yang dapat dipercaya, “Alangkah cerdiknya dia, alangkah lihainya dia, dan alangkah piawainya dia.” Padahal sedikitpun dalam hati orang yang dielu-elukannya itu tidak terdapat secercah sikap amanah dan keimanan. Sungguh telah datang kepadaku suatu masa di mana aku tidak peduli lagi kepada siapa di antara kalian aku akan melakukan transaksi jual-beli. Jika orang yang kuajak transaksi itu adalah seorang muslim maka keislaman akan mencegahnya (dari khianat), dan jika dia adalah orang Nasrani maka pejabat pemerintah mencegahnya (dari khianat). Adapun sekarang ini, aku tidak mau bertransaksi kecuali dengan si fulan dan si fulan.”
Riwayat sahabat Khuzaifah di atas menggambarkan salah satu pemandangan mengerikan di akhir zaman. Kerusakan dan ketidakteraturan sistem yang berlaku pada manusia telah membuat banyak orang tidak lagi mampu membedakan yang hak dan batil. Pada riwayat tersebut dilukiskan bahwa zaman akhir yang akan dilewati oleh manusia adalah zaman yang padanya muncul generasi yang secara dzahir terlihat alim dan shalih, berpegang teguh dengan janji dan amanat, namun sebenarnya mereka bukan termasuk ahlinya. Orang-orang awam menyangka bahwa guru mereka, syaikh mereka, kiayi dan ulama mereka adalah orang orang yang memiliki keimanan dan pendirian agama yang kuat, padahal dalam diri mereka tidak ada keimanan sedikitpun. Penampilan yang melambangkan keshalihan, tutur kata yang menyiratkan orang alim dan akhlak dzahir yang menggambarkan kesempurnaan iman telah membuat banyak tersihir bahwa fulan adalah jujur, amanat, alim, suci dll.
Inilah kondisi akhir zaman, manusia-manusia busuk yang berkhianat dianggap sebagai orang jujur dan mendapat kepercayaan, sementara hamba-hamba Allah yang jujur mendapatkan pengkhianatan. Ketika sahabat Khuzaifah pertama kali mendengar hadits tersebut dari nabi, beliau belum menemukan tanda-tanda yang menunjukkan akan datangnya nubuwat tersebut. Namun, di akhir hayatnya Khuzaifah menyaksikan sendiri berbagai musibah dan malapetaka yang menimpa kaum muslimin. Perpecahan dan pengelompokan umat Islam dalam sekte dan golongan telah membuat Khuzaifah tidak mau sembarangan dalam memberikan kepercayaan. Khuzaifah hanya menyebutkan bahwa ia hanya akan memberikan kepercayaannya kepada fulan dan fulan.
Dalam riwayat lain Nabi Saw juga berbicara tentang masa tersebut di mana seluruh ukuran telah rusak, beliau bersabda: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun tipu daya, dimana pendusta dibenarkan, sedangkan orang jujur didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang amanat dianggap pengkhianat, di masa itu ruwaibidhah berbicara “Beliau ditanya: “Apakah ruwaibidhah itu?” Beliau bersabda: “Orang bodoh yang berbicara tentang persoalan orang banyak.
Nampaknya gambaran kondisi negeri ini pasca pilpres akan semakin mendekatkan kita pada apa yang telah diingatkan oleh Rasulullah saw tentang tersia-siakannya amanat. Semoga kita diselamatkan dari kejahatan fitnah ini. Wallahu a’lam bish shawab
https://granadamediatama.wordpress.com/2015/03/31/tercabutnya-amanah-dari-hati-manusia/
-----------------
Kumpulan Hadist Bukhari Muslim tentang Amal
----------------
MENUJU KEHANCURAN UMAT DAN IMAN__________PENA LUQYANA
Suatu umat dan bangsa mengalami pasang surut, ada saat dimana mereka hidup dengan kemuliaan dan kejayaan, namun pada saat yang lain dalam kehinaan dan kesengsaraan hingga tercatat dalam sejarah sebagai umat yang terpuruk.
Sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, kita tentu tidak ingin menjadi umat dan bangsa yang terpuruk. Karena itu, perlu kita cari sebab utama kehancuran suatu umat atau bangsa agar kita bisa mencegahnya sejak dini dan bila tanda-tanda itu sudah ada segera kita hentikan.
Dalam suatu hadits, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika Dia berkehendak untuk membinasakan (menghancurkan) seorang hamba, maka Dia akan mencabut rasa malu dari hamba tersebut. Jika rasa malu telah tercabut darinya, maka Allah tidak akan mendapati hamba tersebut kecuali sebagai orang yang dimurkai dan dibenci-Nya. Jika ia telah menjadi orang yang dimurkaidan dibenci oleh Allah, maka tercabutlah darinya amanah. Jika sikap amanah telah tercabut darinya, makaAllah tidak akan mendapatinya kecuali sebagai orang yang berkhianat dan pembuat khianat, maka akan tercabutlah darinya kasih sayang (rahmat) Allah. Jika kasih sayang Allah telah dicabut darinya, maka ia tidak lain adalah orang yang terkutuk dan terlaknat. Dan jika Allah telah menetapkannya sebagai orang yang terkutuk, maka tercabutlah darinya perlindungan Islam” (HR. Ibnu Majah).
Dari hadits di atas, ada tiga tahap yang apabila dimiliki oleh umat Islam, baik secara pribadi, keluarga maupun jamaah, masyarakat dan bangsa akan mengalami kehancuran yang tidak bisa terelakkan.
1. Tercabut Rasa Malu.
Memiliki sifat malu merupakan sesuatu yang amat penting, yakni malu bila melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Hai ini karena, bila kita dan anggota masyarakat lainnya telah memiliki rasa
malu seperti ini, maka tidak akan ada penyimpangan yang dilakukan. Karenanya hal ini menjadi salah satu cabang penting dari iman yang berarti keimanan seseorang perlu kita pertanyakan apabila pada dirinya tidak ada perasaan malu. Rasulullah saw bersabda: “Malu itu cabang dari iman” (HR. Bukhari).
Bila manusia masih memiliki sifat malu tentu tidak akan melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun bila rasa malu ini sudah tidak lagi dimiliki oleh manusia, ia bisa melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya, dalam satu hadits yang berasal dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshari Al Badri dinyatakan: “Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendak hatimu ” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu memperkokoh rasa malu, karena tidak ada kejelekan sedikitpun dari sifat malu ini sehingga Rasuluilah saw bersabda: Manakala rasa malu sudah tercabut dari jiwa seseorang, maka kehancuran dirinya tidak bisa dihindarkan lagi karena ia akan menjadi manusia yang dibenci dan dimurkai oleh Allah swt.
2. Tercabut Amanah.
Sesudah rasa malu tercabut dari jiwa seseorang, maka ia tidak peduli dengan citra dirinya yang rusah, karenanya iapun akan mengabaikan
amanah yang dibebaankan kepadanya. Dalam hidup ini, kita mendapatkan begitu banyak amanah, baik dari Allah swt maupun dari sesama manusia. Secara harfiyah, amanah artinya dipercaya.
Secara khusus, amanah berarti mengembalikan sesuatu yang dititipkan oleh seseorang kepadanya. Adapun makna umum-nya adalah menyampaikan atau melaksanakan sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Sifat ini bukan hanya penting karena termasuk akhlak yang mulia, tapi justeru kualitas keimanan seseorang sangat tergantung pada apakah ia bisa menjalankan amanah atau malah berkhianat.
Oleh karena itu, dalam satu hadits, Rasulullah saw bersabda: “Tidak (sempuma) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji ” (HR. Ahmad).
Karena amanah merupakan sesuatu yang sangat penting, maka Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk menunaikan amanah sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ” (QS An Nisa [4]:58).
Disamping itu, Allah swt juga melarang kita untuk mengkhianati amanah yang sudah diberikan kepada kita, Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan jangan (pula) mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui ” (QS Al Anfal [8]:27).
Manakala seorang muslim sudah bisa menunaikan amanah dengan baik, seandainya dalam hidup ini sudah tidak punya apa-apa secara duniawi, ia masih tetap menjadi orang yang bahagia dalam arti bukan orang yang lagi, Rasulullah saw bersabda:
“Empat perkara yang apabila ada padamu, tidak akan merugikan lepasnya segala sesuatu dari dunia daripadamu, yaitu: memelihara amanah, tutur kata yang benar, akhlak yang baik dan bersih dari tamak ” (HR. Ahmad).
3. Tercabut Kasih Sayang.
Saling berkasih sayang merupakan salah satu kunci kekuatan umat Islam, ini tercermin pada sikap hormat menghormati, berbaik sangka, tolong menolong bahkan mengutamakan orang lain ketimbang dirinya sendiri.
Bila kasih sayang telah tercabut dari jiwa kaum muslimin, yang terjadi adalah permusuhan yang bermula dari sikap marah. Karenanya sikap marah itu harus kita hindari dari diri kita.
Al ghadhab atau marah merupakan salah satu sifat yang sangat berba-haya, ini telah menghancurkan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Karenanya, sesama muslim seharusnya tidak saling menunjukkan kemarahan.
Ada beberapa bahaya dari sifat marah yang harus diwaspadai :
Pertama, merusak iman, karena semestinya bila seseorang sudah beriman dia akan memiliki akhlak yang mulia yang salah satunya adalah mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak mudah marah kepada orang lain, Rasulullah saw bersabda: “Marah itu dapat merusak iman seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu ” (HR. Baihaki).
Kedua, mudah mendapatkan murka dari Allah swt terutama pada hari kiamat, karena itu pada saat kita hendak marah kepada orang lain mestinya kita segera mengingat Allah sehingga tidak melampiaskan kemarahan dengan hai-hal yang tidak benar, Allah swt berfirman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi : “Wahai anak Adam, ingatlah kepada-Ku ketika kamu marah. Maka Aku akan mengingatmu jika Aku sedang marah (pada hari akhir) “.
Ketiga, mudah marah juga akan mudah menyulut kemarahan orang lain sehingga hu-bungan kita kepada orang lain bisa menjadi renggang bahkan terputus sama sekali. Oleh karena itu, seseorang baru disebut sebagai orang yang kuat ketika ia mampu mengendalikan dirinya pada saat marah sehingga kemarahan itu dalam rangka kebenaran bukan dalam rangka kebathilan,
Rasulullah saw bersabda: “Orang kuat bukanlah yang dapat mengalahkan musuh, namun orang yang kuat adalah orang yang dapat mengontrol dirinya ketika marah ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apabila seseorang mampu menahan ama-rahnya, maka dia akan mendapatkan nilai keutamaan yang sangat besar dari Allah swt, dalam hal ini Rasulullah saw menjelaskan di dalam sabdanya:
“Tiada tegukan yang ditelan seorang hamba yang lebih besar pahalanya daripada tegukan kemarahan yang ditahannya semata-mata karenaAllah ta’ala ” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Di dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menyembunyikan kemarahan, padahal dia mampu melakukannya, maka Allah akan menyerunya di hadapan para pemimpin makhluk sehingga Dia memilihkan bidadari untuknya, lalu menikahkan dengannya sesuai dengan kehendaknya ” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa tanda-tanda kehancuran harus kita jauhi dari diri, keluarga, jamaah, masyarakat dan bangsa kita agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat.
SALAM UKHUWAH FILLAH
LOVE LUQYANA_________
( SMOGA MENJADI RENUNGAN SMUA INI JAMAN MIRIS...MORAL TERBALIK SMUA HATI-HATI PANDANGAN BS BERBALIK ARAH...KITA G TAHU KAPAN TP MULAILAH DARI DIRI DULU....YACH..)
Sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, kita tentu tidak ingin menjadi umat dan bangsa yang terpuruk. Karena itu, perlu kita cari sebab utama kehancuran suatu umat atau bangsa agar kita bisa mencegahnya sejak dini dan bila tanda-tanda itu sudah ada segera kita hentikan.
Dalam suatu hadits, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, jika Dia berkehendak untuk membinasakan (menghancurkan) seorang hamba, maka Dia akan mencabut rasa malu dari hamba tersebut. Jika rasa malu telah tercabut darinya, maka Allah tidak akan mendapati hamba tersebut kecuali sebagai orang yang dimurkai dan dibenci-Nya. Jika ia telah menjadi orang yang dimurkaidan dibenci oleh Allah, maka tercabutlah darinya amanah. Jika sikap amanah telah tercabut darinya, makaAllah tidak akan mendapatinya kecuali sebagai orang yang berkhianat dan pembuat khianat, maka akan tercabutlah darinya kasih sayang (rahmat) Allah. Jika kasih sayang Allah telah dicabut darinya, maka ia tidak lain adalah orang yang terkutuk dan terlaknat. Dan jika Allah telah menetapkannya sebagai orang yang terkutuk, maka tercabutlah darinya perlindungan Islam” (HR. Ibnu Majah).
Dari hadits di atas, ada tiga tahap yang apabila dimiliki oleh umat Islam, baik secara pribadi, keluarga maupun jamaah, masyarakat dan bangsa akan mengalami kehancuran yang tidak bisa terelakkan.
1. Tercabut Rasa Malu.
Memiliki sifat malu merupakan sesuatu yang amat penting, yakni malu bila melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Hai ini karena, bila kita dan anggota masyarakat lainnya telah memiliki rasa
malu seperti ini, maka tidak akan ada penyimpangan yang dilakukan. Karenanya hal ini menjadi salah satu cabang penting dari iman yang berarti keimanan seseorang perlu kita pertanyakan apabila pada dirinya tidak ada perasaan malu. Rasulullah saw bersabda: “Malu itu cabang dari iman” (HR. Bukhari).
Bila manusia masih memiliki sifat malu tentu tidak akan melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun bila rasa malu ini sudah tidak lagi dimiliki oleh manusia, ia bisa melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya, dalam satu hadits yang berasal dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshari Al Badri dinyatakan: “Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendak hatimu ” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu memperkokoh rasa malu, karena tidak ada kejelekan sedikitpun dari sifat malu ini sehingga Rasuluilah saw bersabda: Manakala rasa malu sudah tercabut dari jiwa seseorang, maka kehancuran dirinya tidak bisa dihindarkan lagi karena ia akan menjadi manusia yang dibenci dan dimurkai oleh Allah swt.
2. Tercabut Amanah.
Sesudah rasa malu tercabut dari jiwa seseorang, maka ia tidak peduli dengan citra dirinya yang rusah, karenanya iapun akan mengabaikan
amanah yang dibebaankan kepadanya. Dalam hidup ini, kita mendapatkan begitu banyak amanah, baik dari Allah swt maupun dari sesama manusia. Secara harfiyah, amanah artinya dipercaya.
Secara khusus, amanah berarti mengembalikan sesuatu yang dititipkan oleh seseorang kepadanya. Adapun makna umum-nya adalah menyampaikan atau melaksanakan sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Sifat ini bukan hanya penting karena termasuk akhlak yang mulia, tapi justeru kualitas keimanan seseorang sangat tergantung pada apakah ia bisa menjalankan amanah atau malah berkhianat.
Oleh karena itu, dalam satu hadits, Rasulullah saw bersabda: “Tidak (sempuma) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menunaikan janji ” (HR. Ahmad).
Karena amanah merupakan sesuatu yang sangat penting, maka Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk menunaikan amanah sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya ” (QS An Nisa [4]:58).
Disamping itu, Allah swt juga melarang kita untuk mengkhianati amanah yang sudah diberikan kepada kita, Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan jangan (pula) mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui ” (QS Al Anfal [8]:27).
Manakala seorang muslim sudah bisa menunaikan amanah dengan baik, seandainya dalam hidup ini sudah tidak punya apa-apa secara duniawi, ia masih tetap menjadi orang yang bahagia dalam arti bukan orang yang lagi, Rasulullah saw bersabda:
“Empat perkara yang apabila ada padamu, tidak akan merugikan lepasnya segala sesuatu dari dunia daripadamu, yaitu: memelihara amanah, tutur kata yang benar, akhlak yang baik dan bersih dari tamak ” (HR. Ahmad).
3. Tercabut Kasih Sayang.
Saling berkasih sayang merupakan salah satu kunci kekuatan umat Islam, ini tercermin pada sikap hormat menghormati, berbaik sangka, tolong menolong bahkan mengutamakan orang lain ketimbang dirinya sendiri.
Bila kasih sayang telah tercabut dari jiwa kaum muslimin, yang terjadi adalah permusuhan yang bermula dari sikap marah. Karenanya sikap marah itu harus kita hindari dari diri kita.
Al ghadhab atau marah merupakan salah satu sifat yang sangat berba-haya, ini telah menghancurkan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Karenanya, sesama muslim seharusnya tidak saling menunjukkan kemarahan.
Ada beberapa bahaya dari sifat marah yang harus diwaspadai :
Pertama, merusak iman, karena semestinya bila seseorang sudah beriman dia akan memiliki akhlak yang mulia yang salah satunya adalah mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak mudah marah kepada orang lain, Rasulullah saw bersabda: “Marah itu dapat merusak iman seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu ” (HR. Baihaki).
Kedua, mudah mendapatkan murka dari Allah swt terutama pada hari kiamat, karena itu pada saat kita hendak marah kepada orang lain mestinya kita segera mengingat Allah sehingga tidak melampiaskan kemarahan dengan hai-hal yang tidak benar, Allah swt berfirman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits qudsi : “Wahai anak Adam, ingatlah kepada-Ku ketika kamu marah. Maka Aku akan mengingatmu jika Aku sedang marah (pada hari akhir) “.
Ketiga, mudah marah juga akan mudah menyulut kemarahan orang lain sehingga hu-bungan kita kepada orang lain bisa menjadi renggang bahkan terputus sama sekali. Oleh karena itu, seseorang baru disebut sebagai orang yang kuat ketika ia mampu mengendalikan dirinya pada saat marah sehingga kemarahan itu dalam rangka kebenaran bukan dalam rangka kebathilan,
Rasulullah saw bersabda: “Orang kuat bukanlah yang dapat mengalahkan musuh, namun orang yang kuat adalah orang yang dapat mengontrol dirinya ketika marah ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apabila seseorang mampu menahan ama-rahnya, maka dia akan mendapatkan nilai keutamaan yang sangat besar dari Allah swt, dalam hal ini Rasulullah saw menjelaskan di dalam sabdanya:
“Tiada tegukan yang ditelan seorang hamba yang lebih besar pahalanya daripada tegukan kemarahan yang ditahannya semata-mata karenaAllah ta’ala ” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Di dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menyembunyikan kemarahan, padahal dia mampu melakukannya, maka Allah akan menyerunya di hadapan para pemimpin makhluk sehingga Dia memilihkan bidadari untuknya, lalu menikahkan dengannya sesuai dengan kehendaknya ” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa tanda-tanda kehancuran harus kita jauhi dari diri, keluarga, jamaah, masyarakat dan bangsa kita agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat.
SALAM UKHUWAH FILLAH
LOVE LUQYANA_________
( SMOGA MENJADI RENUNGAN SMUA INI JAMAN MIRIS...MORAL TERBALIK SMUA HATI-HATI PANDANGAN BS BERBALIK ARAH...KITA G TAHU KAPAN TP MULAILAH DARI DIRI DULU....YACH..)
--------------
--------------
Dengan adanya keimanan yang tertanam dalam hati, manusia akan mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya dihadapan Allah sehingga tidak sempat menyombongkan diri. Bahkan manusia akan selalu merendahkan diri, memohon petunjuk dan menerima kritik dari orang lain.
Sehingga bersihlah jiwanya baik dalam berperilaku maupun dalam beramal zariyah yang pada akhirnya makin meningkatlah rasa taqwanya pada Allah.
Sumber Artikel (wisatapedia.web.id)
Sumber Gambar (dari berbagai sumber)
---------------
Sumber asli ;
https://granadamediatama.wordpress.com/poster/penciptaan-alam-semesta-dalam-al-quran-dan-sains/
Bila anda akan meng-copy atau memperbanyak bahasan artikel ini, seyogyanya anda tetap mencantumkan sumber pada Sumber asli dan bahan tulisan di atas.
Demikian artikel tentang Tercabutnya Amanah dari hati manusia
Semoga bisa menjadi hiburan dan terutama menambah wawasan anda ...
Kembali ke Halaman Utama >>>>
Pemikiran dan Pandangan Modern Dalam ARTIKEL AKHIR ZAMAN
I Hope you like the post. Stay connected for more...
Edit; wawansurya
Sumber utama bahasan;
http://wawansurya.de.vu
http://wawansurya.tk
http://wawansurya.infos.st
http://wwbisnis.blogspot.com
www.affiliate-waones.com
http://waones-sbm.blogspot.com
http://mitra-sbm.blogspot.com
merchant
Tidak ada komentar:
Posting Komentar